Oleh: Tim Investigasi YAYASAN DPP KPK TIPIKOR
XPOSE TV BAGANSIAPIAPI – Dalam upaya pemberantasan korupsi, pengembalian uang kerugian negara tidak serta-merta menghapuskan hukuman penjara bagi pelaku tindak pidana korupsi. Hal ini ditegaskan oleh Arjuna Sitepu, pegiat anti-korupsi yang tergabung dalam struktur Yayasan Dewan Perwakilan Pusat Komisi Pengawasan Korupsi Tindak Pidana Korupsi (DPP KPK TIPIKOR).
Menurutnya, Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) secara tegas mengamanatkan bahwa pengembalian uang negara bukanlah alasan untuk menghapuskan sanksi pidana penjara.
“Pengembalian uang kerugian negara hanyalah salah satu bentuk pertanggungjawaban finansial. Namun, hal itu tidak menghilangkan tanggung jawab pidana pelaku korupsi. Hukuman penjara tetap harus dijalani sebagai bentuk efek jera dan kepatuhan terhadap hukum,” tegas Arjuna Sitepu dalam keterangannya, Jumat (7/3/2025).
Audit Inspektorat dan Potensi Penyimpangan Dana Desa
Sementara itu, Inspektorat Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), H. Roy Azlan AP. M.Si, terus melakukan audit terhadap 123 Penjabat (PJ) Penghulu yang tersebar di 18 kecamatan. Audit ini dilakukan untuk memastikan penggunaan anggaran desa sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Namun, masyarakat Rohil menuntut langkah tegas dari Bupati dan Wakil Bupati Rohil, H. Bistaman dan Jhony Charles, agar sistem pengelolaan Alokasi Dana Desa dan Dana Desa (ADD – DD) dapat diperbaiki secara menyeluruh,
“Audit rutin memang penting, tetapi yang lebih penting adalah penegakan hukum yang tegas. Jika ditemukan pelanggaran, pelaku harus dihukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku, bukan sekadar mengembalikan uang negara,” ujar Arjuna Sitepu.
Pasal 4 UU No. 31 Tahun 1999: Pengembalian Uang Bukan Alasan Bebas Hukuman
Pasal 4 UU No. 31 Tahun 1999 menyatakan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara dapat dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun. Selain itu, pelaku juga dapat dikenakan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar,
“Pasal ini jelas mengatur bahwa pengembalian uang kerugian negara tidak menghapuskan hukuman pidana. Pelaku tetap harus menjalani hukuman penjara sebagai bentuk pertanggungjawaban hukum,” jelas Arjuna Sitepu.
Langkah Tegas dan Efek Jera
Arjuna Sitepu juga menekankan pentingnya langkah tegas dari aparat penegak hukum untuk menciptakan efek jera.
“Jika pelaku korupsi hanya diminta mengembalikan uang negara tanpa dihukum penjara, maka ini akan menjadi preseden buruk. Korupsi akan terus terjadi karena pelaku merasa bisa ‘membeli’ kebebasan mereka dengan mengembalikan uang,” ujarnya.
Ia juga mengapresiasi langkah warga Rohil yang telah melaporkan beberapa PJ Penghulu ke Aparat Penegak Hukum (APH), termasuk Kejaksaan Negeri dan Polres Rohil.
“Ini adalah bentuk partisipasi masyarakat dalam memerangi korupsi. Masyarakat tidak boleh diam ketika melihat penyimpangan terjadi, sebagaimana amanah PP No 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tambahnya.
Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa
Arjuna Sitepu juga menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana desa.
Penggunaan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) harus melibatkan Badan Perwakilan Kepenghuluan (BP Kep) sebagai perwakilan masyarakat dan juga masyarakat yang taat dan paham hukum/ undang-undang, sebagaimana amanah Pasal 5 Hurup (d)
Permendagri No 73 Tahun 2020 tentang Pengawasan Pengelolaan Keuangan Desa, yang berbunyi “Pengawasan oleh masyarakat desa”.
Hiya, I am really glad I’ve found this info. Nowadays bloggers publish just about gossips and net and this is actually annoying. A good website with exciting content, that’s what I need. Thank you for keeping this web site, I’ll be visiting it. Do you do newsletters? Cant find it.