XPOSE TV//Ketapang, Kalimantan Barat – Proyek renovasi bandara Ketapang diduga mark up, Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Wartawan Online Indonesia (DPD IWO-I) Kabupaten Ketapang dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Investigasi Analisis Korupsi (TINDAK) mengungkap dugaan mark up di proyek renovasi terminal Bandar Udara Rahadi Oesman di Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat, senilai Rp 17,8 miliar, Dugaan tersebut menjadi sorotan.
Proyek Renovasi Bandara Udara Rahadi Oesman menggunakan dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Tahun 2024 sebesar Rp 17.890.000.000,- (tujuh belas miliar delapan ratus sembilan puluh juta rupiah) dengan waktu pelaksanaan 160 hari kalender. Pelaksana proyek tersebut adalah PT Cahaya Sriwijaya, dan CV Faya Kontura Sentosa sebagai konsultan pengawas proyek.
Menurut keterangan Mustakim, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Ikatan Wartawan Online (IWO) Indonesia, dugaan indikator mark up di proyek tersebut adalah ukuran besi yang digunakan untuk pondasi dan tiang diduga tidak sesuai dengan petunjuk kontrak kerja. Selain itu, pekerjaan coran dilakukan secara manual menggunakan molen, bukan menggunakan produk pabrikan, sehingga kualitas coran pondasi beton diragukan.
“Jelas ada dugaan mark up di proyek tersebut karena pihak kontraktor, konsultan pengawas, dan PPK tidak mau kami melihat langsung ke dalam lokasi proyek. Ada sesuatu yang mereka sembunyikan,” ucap Mustakim kepada awak media (24/10/2024).
Hal senada disampaikan Supriadi, Ketua LSM Investigasi Analisis Korupsi (TINDAK) Kabupaten Ketapang. Ia menjelaskan bahwa proyek ini menggunakan anggaran APBN Tahun 2024 yang seharusnya memiliki kantor direksi keet, yang anggarannya sudah diatur. Namun, di lokasi proyek kantor tersebut tidak ditemukan. Pekerjaan coran pondasi dilakukan secara manual, dan kualitas adukan semen, batu, pasir, serta takaran airnya diragukan. Asal-usul material pasir dan batu diduga ilegal karena berasal dari sumber yang tidak mengantongi izin galian C.
“Kita ketahui bersama bahwa proyek sebelumnya, di tahun 2023, banyak bermasalah hingga diperiksa oleh jajaran Polda Kalbar dan Kejaksaan Tinggi Kalbar. Jadi di tahun 2024 ini kita perlu memantau, mengawal, dan mengawasi agar penyimpangan di tahun 2023 tidak terulang,” pungkas Supriadi kepada awak media beberapa waktu lalu.