“Jelas ada dugaan mark up di proyek tersebut karena pihak kontraktor, konsultan pengawas, dan PPK tidak mau kami melihat langsung ke dalam lokasi proyek. Ada sesuatu yang mereka sembunyikan,” ucap Mustakim kepada awak media (24/10/2024).
Hal senada disampaikan Supriadi, Ketua LSM Investigasi Analisis Korupsi (TINDAK) Kabupaten Ketapang. Ia menjelaskan bahwa proyek ini menggunakan anggaran APBN Tahun 2024 yang seharusnya memiliki kantor direksi keet, yang anggarannya sudah diatur. Namun, di lokasi proyek kantor tersebut tidak ditemukan. Pekerjaan coran pondasi dilakukan secara manual, dan kualitas adukan semen, batu, pasir, serta takaran airnya diragukan. Asal-usul material pasir dan batu diduga ilegal karena berasal dari sumber yang tidak mengantongi izin galian C.
“Kita ketahui bersama bahwa proyek sebelumnya, di tahun 2023, banyak bermasalah hingga diperiksa oleh jajaran Polda Kalbar dan Kejaksaan Tinggi Kalbar. Jadi di tahun 2024 ini kita perlu memantau, mengawal, dan mengawasi agar penyimpangan di tahun 2023 tidak terulang,” pungkas Supriadi kepada awak media beberapa waktu lalu.
Awak Media saat mengonfirmasi konsultan proyek, Ragil dan Rahmad, dari CV Faya Kontura Sentosa di luar lokasi proyek, mendapatkan pernyataan bahwa izin masuk ke lokasi proyek hanya bisa diberikan jika ada persetujuan dari Samsi, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).