Memutar Balik Fakta Hukum: Sunardi Gunakan UU ITE dan KUHP dalam Laporan Polisi terhadap Junita S.Pd & Mimbar Today.

  • Whatsapp

Loading

Foto View: Tak Terima Dijuluki “Pemeras”, Sunardi Akan Adukan Junita & Mimbar Today ke Polres.

Bacaan Lainnya

 

XPOSE TV Rokan Hilir Jumat 17 Oktober 2025

HAK JAWAB DAN PENEGASAN FAKTA

Atas Nama: Sunardi (Wali Murid Candra)

Perihal: Tanggapan terhadap Pemberitaan “Guru Dibebaskan dari Tuduhan Kekerasan, Terungkap Upaya Pemerasan oleh Wali Murid” serta Tindakan Hukum Lanjutan yang Diambil.

Saya, Sunardi, selaku wali murid dari Candra, dengan ini menyatakan:

1. Kesiapan Bertanggung Jawab Secara Hukum: Saya menegaskan bahwa pernyataan saya mengenai dugaan kekerasan yang dilakukan oleh Ibu Junita S.Pd terhadap anak saya adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Jika terdapat putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) yang menyatakan bahwa saya telah melakukan fitnah dan pencemaran nama baik, saya siap menerima segala konsekuensi hukumnya. Namun, hingga saat ini, pemberitaan yang menyudutkan saya sebagai pemeras adalah bentuk kriminalisasi atas upaya saya memperjuangkan hak anak saya.

2. Kontekstualisasi Permintaan Uang Senilai Rp 15.000.000,-: Penegasan bahwa permintaan sejumlah uang tersebut bukanlah untuk kepentingan pribadi saya. Tindakan itu merupakan sebuah bentuk bargaining position yang saya lakukan sebagai efek jera (deterrent effect) agar guru yang bersangkutan lebih berhati-hati dalam bertindak dan tidak mengulangi perilaku yang diduga keras terhadap peserta didik lainnya. Dalam perspektif saya sebagai orang tua, hal ini dilakukan untuk melindungi tidak hanya anak saya, tetapi juga anak-anak lain dari potensi tindakan serupa di masa depan. Sayangnya, niat ini kemudian disalahtafsirkan dan dikonstruksikan sebagai tindak pidana pemerasan.

3. Tindakan Hukum Balik Terhadap Junita S.Pd: Sebagai bentuk keberanian dan keyakinan atas kebenaran langkah saya, saya akan segera melaporkan Junita S.Pd ke pihak berwajib atas tindakannya yang dianggap sebagai tuduhan palsu (Fitnah) dan pemerasan balik terhadap saya. Pelaporan ini didasarkan pada pemberitaan yang justru menjadikan saya sebagai tersangka, padahal saya adalah pihak yang awalnya melaporkan dugaan pelanggaran. Tindakan Junita S.Pd yang menyebarkan narasi bahwa saya memeras telah mencemari nama baik dan menjatuhkan harga diri saya di masyarakat.

DASAR HUKUM

Tindakan saya tidak dapat dilepaskan dari kerangka hukum yang dirancang untuk melindungi anak. Berikut adalah regulasi yang melatarbelakangi keprihatinan dan langkah yang saya ambil:

1. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

· Pasal 9 Ayat (1a): “Setiap Anak berhak memperoleh perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.”

· Penjelasan: Hak inilah yang ingin saya lindungi. Sebagai wali murid, saya memiliki kewajiban untuk memastikan lingkungan pendidikan anak saya aman dari segala bentuk kekerasan, baik fisik maupun psikis. Dugaan kekerasan yang dialami anak saya merupakan pelanggaran serius terhadap hak fundamental ini.

· Pasal 76C: “Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.”

· Penjelasan: Pasal ini memperkuat posisi saya bahwa jika benar terjadi kekerasan, maka guru yang bersangkutan telah melanggar hukum. Upaya saya adalah respon atas dugaan pelanggaran pasal ini.

2. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

· Pasal 4: “Satuan pendidikan wajib menjamin keberlangsungan proses pembelajaran yang aman, nyaman, dan menyenangkan bebas dari tindak kekerasan.”

· Penjelasan: Sekolah (SDN 013 Kasang Bangsawan) memiliki kewajiban hukum untuk menciptakan lingkungan yang bebas kekerasan. Laporan yang saya sampaikan seharusnya menjadi dasar bagi sekolah untuk melakukan investigasi internal yang independen dan transparan, bukan justru membela oknum guru yang diduga melakukan pelanggaran.

· Pasal 9 Ayat (1): “Satuan pendidikan wajib menyusun dan menerapkan prosedur operasi standar (POS) pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di satuan pendidikan.”

· Penjelasan: Saya mempertanyakan implementasi POS di SDN 013 tersebut. Apakah prosedur yang jelas telah diikuti dalam menangani laporan saya? Atau justru ada upaya untuk meredam laporan sehingga korban (anak saya) dan pelapor (saya) justru dikriminalisasi?

3. Kode Etik Guru Indonesia (Yang Dinodai).

· Prinsip 1: “Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.” Teguran yang diberikan guru semestinya bersifat mendidik dan membangun, bukan melalui cara-cara yang diduga keras dan menimbulkan ketakutan pada anak.

· Prinsip 3: “Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.” Niat baik guru menjenguk anak saya patut dihargai, namun hal itu tidak serta merta menghapus dugaan tindakan yang terjadi sebelumnya. Kode etik guru telah “ternoda” ketika seorang pendidik diduga menggunakan cara-cara kekerasan, sekecil apapun, dalam mendisiplinkan peserta didik. Integritas profesi guru dipertaruhkan ketika terjadi penyangkalan tanpa investigasi yang mendalam dan berpihak pada korban.

4. Dasar Hukum untuk Pelaporan Balik

Undang-Undang ITE dan (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)

– Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Pemberitaan online yang menuduh Sunardi melakukan fitnah dan pemerasan secara eksplisit merupakan perbuatan yang masuk dalam ruang lingkup UU ITE, karena disebarluaskan melalui media elektronik (internet). Berikut pasal-pasal yang relevan untuk membela posisi Sunardi:

· Pasal 27 Ayat (3): “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”

· Penjelasan: Pemberitaan yang menyatakan Sunardi sebagai “pemeras” dan pelaku “fitnah” tanpa didasari oleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, jelas merupakan muatan pencemaran nama baik. Pemberitaan tersebut telah merusak reputasi dan harga diri Sunardi di mata publik. Tuduhan tersebut disebarluaskan secara luas melalui media online, sehingga memenuhi unsur “dibuat dapat diakses” oleh khalayak.

· Pasal 28 Ayat (1): “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”

· Penjelasan: Meskipun fokus pasal ini pada kerugian konsumen, dalam penafsiran yang lebih luas, “kerugian” dapat mencakup kerugian immateriil seperti reputasi. Narasi yang dibangun dalam pemberitaan bahwa Sunardi adalah pemeras dapat dikategorikan sebagai berita bohong (hoax) yang menyesatkan masyarakat, yang pada akhirnya mengakibatkan kerugian non-material yang sangat besar bagi Sunardi dan keluarganya.

· Pasal 28 Ayat (2): “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).”

· Penjelasan: Walaupun tidak persis mengenai SARA, semangat pasal ini adalah melarang penyebaran informasi yang menimbulkan kebencian dan permusuhan terhadap individu tertentu. Pemberitaan yang sepihak dan tidak berimbang tersebut telah memicu opini publik yang negatif dan kebencian terhadap diri Sunardi, yang dapat dianalogikan dengan maksud dari pasal ini.

· Pasal 45 Ayat (1) dan (2): Menjelaskan ancaman pidana bagi pelanggaran Pasal 27 dan Pasal 28, dengan hukuman penjara maksimal 4 tahun dan/atau denda maksimal Rp 750.000.000,- (untuk Pasal 27 ayat 3) dan penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp 1.000.000.000,- (untuk Pasal 28 ayat 1 dan 2).

· Penjelasan: Ini menunjukkan keseriusan dari pelanggaran yang dilakukan. Penyebaran konten yang mencemarkan nama baik dan berita bohong melalui media elektronik bukanlah hal sepele dan memiliki konsekuensi hukum yang berat.

Kesimpulan dari Penerapan UU ITE:

Dengan adanya pemberitaan online tersebut, Sunardi tidak hanya dapat melaporkan Junita S.Pd ke pihak berwajib berdasarkan KUHP, tetapi juga dapat melaporkan media online yang memublikasikan berita tersebut dan/atau pihak yang menjadi sumber narasi pencemaran nama baiknya ke dalam ranah UU ITE. Hal ini semakin memperkuat posisi Sunardi bahwa dirinya justru menjadi korban dari peredaran informasi elektronik yang tidak benar dan berakibat pada pencemaran nama baiknya secara massal.

“Selain itu, dengan merujuk pada Undang-Undang ITE, saya mempertanyakan etika pemberitaan media online yang telah terlebih dahulu menghakimi dan mencemarkan nama baik saya tanpa melalui proses hukum yang sah. Saya berhak untuk memperoleh perlindungan hukum dari dampak negatif penyebaran informasi elektronik yang tidak benar ini.”

· Pasal 310 ayat (1) KUHP tentang Pencemaran Nama Baik: “Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan.”

· Pasal 311 ayat (1) KUHP tentang Fitnah: “Jika seseorang di muka umum dituduh telah melakukan sesuatu perbuatan, dengan maksud yang nyata akan diajukan pengaduan, sedang orang itu diberi kesempatan untuk membuktikan kebenaran tuduhan itu, maka jika tuduhan itu tidak terbukti, yang menuduh dihukum karena melakukan fitnah”

· Pasal 368 KUHP tentang Pemerasan: “Narasi bahwa saya memeras adalah bentuk ancaman untuk menjatuhkan saya secara hukum”

Saya bukanlah seorang pemeras. Saya adalah seorang ayah yang melakukan upaya-upaya, yang dalam penilaian saya saat itu diperlukan, untuk memberikan efek jera dan melindungi anaknya serta anak-anak lain berdasarkan kerangka hukum perlindungan anak yang berlaku. Langkah saya untuk melaporkan balik Junita S.Pd ke pihak berwajib adalah bukti nyata bahwa saya bersih dan berani menghadapi proses hukum secara berimbang. Saya mengajak semua pihak, termasuk dinas pendidikan dan kepolisian, untuk melihat kasus ini secara komprehensif dengan mendahulukan prinsip terbaik bagi anak (the best interest of the child), dan tidak terburu-buru menyimpulkan bahwa pihak yang melaporkan dugaan kekerasan adalah penjahat, akhiri Sunardi. (Arj)

 

 

🇮🇩 CATATAN REDAKSI: 🇮🇩 Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita dan atau konten video tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi dan/atau hak jawab kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.👍 Artikel/berita yang dimaksud dapat dikirimkan melalui email redaksi: xposetv0@gmail.com. Terima kasih.👍👍👍

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *