“Ini (PH) sebagai rujukan saja kesana (BPN, red) untuk penerbitan sertifikat. Nah, sekarang mama (korban beli tanah jual diatas jual, red) baru sebatas ada PH dan belum diukur, Andai kata mama ke BPN dan turun ukur maka tanah itu sah jadi milik mama,” ungkap kades, merasa tak bersalah telah tandatangani PH berulang kali dalam satu objek.
Jadi, lanjutnya, bukan tertuju ke pemerintah desa tetapi tertuju dahulu ke penjual. “Plt Dusun itu harus dihadirkan. Kita kan hanya administratif saja. Tapi yang keluarkan produk sertifikat itu di BPN. Tinggal mama (DN, red) yang berurusan dengan penjual. Proses prona kan itu program pemerintah,” terang kades menyebutkan masalah tersebut ada di penjual.
Akhirnya Kades juga menyatakan dirinya bukan hakim untuk memutuskan kronologi-kronologi yang diceritakan didalam mediasi itu. “Sekarang orang sudah punya sertifikat, tidak bisa dibatalkan lagi. “Mau apa lagi?. Jadi begitu. Kalau merasa tidak puas bisa membuat pengaduan ke tingkat atas. Saya berikan rekomendasi,” paparnya.
Selain itu, Penjual, RN saat diberikan kesempatan bicara, ia menyampaikan bahwa “Diwaktu itu Ibu Yul datang bawa memang uang 3 juta. Dari situ saya tidak tahu tanah itu mereka mau bagi ke siapa-siapa. Saya tunggu-tunggu waktu itu. Terakhir saya tanam gamal sama anak-anak di tanah itu,” kata RN yang diduga mafia tanah itu.