![]()
Minahasa, XposeTV – Sidang perkara pidana bernomor 327/Pid.B/2025/PN Manado kembali menyajikan potret suram penegakan hukum di Indonesia.Agenda pemeriksaan saksi korban dalam persidangan kali ini kembali” berakhir dengan kegagalan total.
Kegagalan itu terjadi setelah Jimmy Wijaya dan Raisa Wijaya,yang bertindak sebagai saksi korban, untuk ketujuh kalinya secara berturut-turut mangkir menghadiri persidangan. Fakta ini pun terungkap di hadapan majelis hakim.
Jaksa Penuntut Umum(JPU) mengakui bahwa kedua saksi korban tersebut telah dipanggil secara patut sebanyak tujuh kali, namun tidak pernah menunjukkan itikad baik untuk hadir. Kondisi ini dinilai sebagai bentuk pembangkangan terbuka.
Tidak hanya pembangkangan,sikap saksi korban itu juga dinilai sebagai pelecehan serius terhadap kewibawaan pengadilan dan proses penegakan hukum. Ironisnya, meski majelis hakim berulang kali memerintahkan kehadiran mereka, JPU dinilai tidak berdaya menghadirkan mereka.
Situasi itu memunculkan pertanyaan serius tentang apakah hukum masih memiliki taring,atau justru tunduk pada kehendak pihak tertentu. Demi mempercepat proses, JPU kemudian mengajukan permintaan khusus.
Atas permintaan JPU,pihak terdakwa akhirnya mengizinkan pembacaan keterangan saksi korban yang tercantum dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). BAP tersebut disebut telah didukung dengan berita acara sumpah.
Majelis Hakim pun mengabulkan dan memerintahkan pembacaan keterangan dari BAP itu,dengan merujuk Pasal 162 KUHAP, dengan alasan bahwa saksi berada di luar negeri. Namun, alasan ketidakhadiran ini justru memicu polemik baru.
JPU menyebut Jimmy Wijaya dan Raisa Wijaya berada di luar negeri dan telah menyampaikan alasan melalui surat dalam bentuk PDF.Masalahnya, surat tersebut tidak dilengkapi endorse atau legalisasi dari Kedutaan Besar RI di negara tempat mereka berada.
Pihak terdakwa dengan tegas menilai surat tersebut tidak sah secara hukum.Kuasa hukum terdakwa menegaskan bahwa mekanisme surat-menyurat lintas negara wajib melalui pengesahan perwakilan diplomatik, menyatakan surat itu cacat hukum.
Meski telah diperingatkan,JPU tetap bersikeras membacakan BAP tersebut dan menyatakan bahwa tanggung jawab atas keterangan di dalamnya sepenuhnya berada pada saksi korban. Kejutan pun terjadi saat isi BAP mulai dibacakan.
Dalam keterangannya,Jimmy Wijaya dan Raisa Wijaya mengaku baru mengetahui adanya penggarapan tanah oleh para terdakwa sejak tahun 2017. Pernyataan ini langsung dipatahkan oleh dokumen bukti yang mereka ajukan sendiri.
Faktanya,dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan akta jual beli tahun 2015 dan 2016 yang diajukan saksi korban, secara eksplisit disebutkan bahwa objek tanah telah dikuasai dan digarap oleh pihak lain. Artinya, keberadaan penggarap telah diketahui sejak awal.
Kontradiksi ini dinilai sebagai keterangan palsu di bawah sumpah,sebuah pelanggaran serius yang berimplikasi pidana. Atas dasar itu, pihak terdakwa secara resmi memohon kepada Majelis Hakim agar menerapkan Pasal 174 ayat (2), (3), dan (4) KUHAP, termasuk kemungkinan penahanan terhadap saksi korban.
Majelis Hakim menyatakan akan berunding dan mengambil sikap atas permohonan tersebut.Sidang selanjutnya dinanti sebagai penentu: apakah hukum ditegakkan, atau kembali tunduk. Pihak terdakwa juga menyatakan akan mengangkat persoalan daluwarsa perkara pada agenda berikutnya. (Tim/Red)






































777kingcom is the real deal! I’ve been playing here for a while, and I’ve actually won some money! The site is reliable, and the customer service is pretty good too. Give 777kingcom a shot!