Rekayasa Dokumen dan Cacat Hukum: Fakta Mencengangkan di Balik Sertifikat Tanah di PTUN Manado

  • Whatsapp

Loading

Minahasa, XposeTV– Persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Manado dengan nomor perkara 19/G/2025/PTUN.MDO mengungkap fakta-fakta mencengangkan seputar asal-usul dan penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No. 3320/Desa Sea. Gugatan yang diajukan oleh warga terhadap Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa ini menyeret nama keluarga besar Van Essen, mantan Gubernur Sulut, dan sejumlah oknum pejabat.

banner

 

Inti sengketa bermula dari sebidang tanah bekas Hak Barat (Erfpacht) seluas 46 hektar di Desa Sea, Minahasa, yang semula dimiliki perusahaan keluarga Van Essen, “N.V. Handel Maatschappij Toko Van Essen”. Hak waris atas tanah ini menjadi titik awal pertarungan hukum yang rumit.

Dalam persidangan, terungkap klaim mengejutkan dari ahli waris Van Essen, Michael Hutara Van Essen. Ia menyatakan bahwa ayahnya, Louis Rijken Van Essen, telah menyerahkan tanah tersebut kepada rakyat yang mendudukinya pada 1962, jauh sebelum hak erfpacht berakhir pada 1980. Penyerahan ini menjadi senjata utama penggugat untuk membantah klaim kepemilikan pihak lain.

Namun, muncullah dokumen penuh tanda tanya: Salinan Acte Erfpacht Verponding No. 38 tertanggal 9 Maret 1953. Dokumen ini dijadikan dasar oleh Jan Set Mumu Cs untuk mengklaim telah membeli tanah tersebut dari Sophia Van Essen.

Salinan akta tersebut langsung dipertanyakan keabsahannya. Penggugat membongkar kejanggalan fatal: Sophia Van Essen-Furhop, yang disebut sebagai penjual, telah meninggal dunia pada tahun 1938, atau 15 tahun sebelum tanggal akta tersebut dibuat. Fakta ini dikuatkan oleh bukti otentik dan keterangan ahli warisnya di persidangan.

Kejanggalan berlanjut. Salinan akta yang dihadirkan di persidangan bukanlah fotokopi, melainkan ketikan yang dibuat oleh pegawai pembantu, bukan oleh pejabat berwenang. Asli akta tersebut juga tidak pernah diperlihatkan, membuat nilai pembuktiannya dianggap sangat lemah, setara dengan tulisan di bawah tangan.

Proses penerbitan sertifikat awal, SHM No. 68/Desa Sea atas nama Mintje Mumu pada 1995, juga dipersoalkan. Menurut saksi Johan Pontororing (mantan Hukum Tua Desa Sea), Pemerintah Desa Sea saat itu menolak menerbitkan surat keterangan untuk Mumu Cs karena tanahnya diduduki rakyat.

Alih-alih mengurus dari desa setempat, Mumu Cs justru mendapatkan surat-surat keterangan dari Pemerintah Desa Malalayang Dua, Kota Manado, yang notabene berbeda wilayah administratif dengan lokasi tanah. Ini dianggap sebagai pelanggaran prosedur pendaftaran tanah yang harus dimulai dari desa lokasi tanah.

Fakta pendudukan tanah oleh rakyat menjadi kunci lain. Berbagai putusan pengadilan pidana dan perdata tahun 1999-2000 membuktikan bahwa masyarakat telah menduduki tanah sengketa sejak tahun 1960-an. Hal ini seharusnya, menurut Keputusan Presiden No. 32/1979, mengutamakan pemberian hak kepada rakyat yang menduduki.

Ironisnya, meski tanah dalam keadaan diduduki dan bersengketa, transaksi jual-beli dan perubahan hak tetap berjalan. SHM tersebut dialihkan kepada Mendi Antoneta Mumu pada 2009, lalu dijaminkan dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) kepada Jimmy Widjaja pada 2015.

PPJB ini sendiri cacat hukum karena salah satu syaratnya, yaitu penguasaan objek oleh pembeli, tidak terpenuhi. Tanah masih tetap dikuasai dan diolah oleh warga. Namun, Kantor Pertanahan tetap memproses perubahan hak menjadi SHGB pada 2018 dan mengalihkannya atas nama Jimmy Widjaja pada 2019.

Yang tak kalah menarik, penggugat dalam perkara ini justru adalah warga yang membeli tanah dari ahli waris warga lain (Lexi Tangkumahat) yang telah menduduki sebagian tanah sengketa sejak 1960. Mereka mengklaim tidak pernah bersengketa dengan Mumu Cs sebelumnya.

Masalah baru muncul ketika pada Maret 2025, petugas Kantor Pertanahan mendampingi penyidik Polda Sulut menyatakan bahwa tanah yang diduduki penggugat termasuk dalam area SHGB No. 3320. Klaim inilah yang memicu gugatan ke PTUN setelah upaya administratif penggugat diabaikan.

Kuasa Hukum Penggugat, Noch Sambouw, S.H., M.H., C.M.C., dalam pledoinya menegaskan bahwa seluruh proses, mulai dari penerbitan SHM, peralihan, hingga perubahan hak menjadi SHGB, dilakukan dengan cacat hukum dan cacat administrasi yang berat.ketua Majelis Hakim Erick Siswandi Sihombing, S.H, M.H, dibantu Hakim Anggota Muh Ridhal Rinaldy, S.H, Fitrayanti Arshad Putri, S.H dan Panitera Pengganti Rivo Turangan, S.H yang memimpin persidangan Perkara nomor 19/G/2025/PTUN Mdo

Cacat tersebut, menurutnya, melanggar peraturan perundang-undangan sekaligus Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB). Ia mendesak majelis hakim menyatakan SHGB No. 3320/Desa Sea beserta surat ukurnya batal demi hukum.

Persidangan ini telah menyoroti adanya indikasi rekayasa dokumen historis yang melibatkan oknum dan lemahnya pengawasan dalam proses pertanahan. Publik kini mempertanyakan, bagaimana mungkin sebuah sertifikat dengan dasar dokumen yang diragukan keasliannya dapat diterbitkan dan dialihkan begitu saja?

Keterlibatan nama Freddy Harry Sualang, mantan Gubernur Sulut, yang disebut telah membayar ganti rugi dan memperoleh sertifikat hak milik atas sebagian tanah sengketa pada era 1990-an, juga menambah kompleksitas dan nuansa politis dalam kasus ini.

Di tengah maraknya kasus sengketa tanah di Indonesia, putusan dalam perkara ini dinanti sebagai penegasan tentang pentingnya keabsahan dokumen awal dan perlindungan terhadap rakyat yang telah menduduki tanah secara turun-temurun. Integritas sistem administrasi pertanahan diuji di sini.

Dengan rencana pembacaan putusan pada Jumat, 12 Desember 2025, semua pihak menanti pertimbangan hukum yang adil dari Majelis Hakim PTUN Manado. Putusan ini diharapkan mampu mengembalikan rasa keadilan sekaligus memberikan koreksi terhadap praktek administrasi pertanahan yang buruk.

Akankah pengadilan membatalkan sertifikat yang dianggap cacat sejak awal, atau justru mengamankan transaksi yang telah berlangsung puluhan tahun meski berbasis pada dokumen bermasalah? Jawabannya akan menentukan nasib puluhan hektar tanah dan membawa pesan kuat tentang penegakan hukum agraria di negeri ini. Integritas PTUN Manado sedang diuji. (Tim/Red)

🇮🇩 CATATAN REDAKSI: 🇮🇩 Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita dan atau konten video tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi dan/atau hak jawab kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.👍 Artikel/berita yang dimaksud dapat dikirimkan melalui email redaksi: xposetv0@gmail.com. Terima kasih.👍👍👍

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *