Hal ini menunjukan bahwa setting pembelajaran bagi anak harus benar-benar didasarkan pada landasan kasih sayang, bimbingan, perlindungan, dan pertolongan.
Meningkatnya angka kekerasan terhadap anak, menunjukkan bahwa kita sebagai pemerintah, pengelola pendidikan, dan wali murid telah abai terhadap hak anak untuk mendapatkan kasih sayang, bimbingan, perlindungan, dan pertolongan.
Anak korban kekerasan di tahun 2019 tercatat sebanyak 12.285 kasus, meningkat pada tahun 2020 menjadi 12.425 anak. Tidak berhenti sampai di situ, angka tersebut meningkat tajam menjadi 15.972 anak pada tahun 2022. Kasus yang menimpa anak tersebut sangat beragam mulai dari penelantaran, kekerasan psikis, kekerasan fisik, pencabulan, pelecehan seksual, pemerkosaan, dan kekerasan seksual.
Meningkatnya angka pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) dengan kasus kekerasan terhadap anak juga terjadi di Nusa Tenggara Barat. Laporan yang disampaikan oleh unit PPA Polda NTB menyebutkan bahwa kekerasan seksual terhadap anak yang ditangani tahun 2021 sebanyak 188 kasus, terdiri dari 125 kasus persetubuhan dan 63 kasus pencabulan. Jumlah yang sama juga terjadi di 2022 dengan rincian 132 kasus persetubuhan, dan 56 kasus pencabulan.