![]()
Manado, XPoseTV– Polemik seputar 53 temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Kabupaten Minahasa memasuki babak baru setelah LSM Independen Nasionalis Anti Korupsi (INAKOR) Sulawesi Utara mengirimkan surat tembusan resmi kepada Gubernur Sulawesi Utara. Langkah ini diambil sebagai upaya strategis memastikan tuntutan evaluasi dan pencopotan Sekretaris Daerah Minahasa mendapat atensi serius dari tingkat provinsi.
INAKOR menilai temuan BPK yang berulang selama tiga tahun berturut-turut (2022-2024) bukan sekadar persoalan administratif, melainkan indikasi kegagalan manajerial yang berpotensi merugikan keuangan negara. Sebelumnya, organisasi anti-korupsi ini telah melayangkan surat desakan kepada Bupati Minahasa pada 4 September 2025, yang menuntut tindakan tegas terhadap Sekda terkait temuan tersebut .
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat memiliki kewenangan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan kabupaten/kota. Kewenangan ini termasuk memberikan teguran hingga sanksi kepada bupati jika ditemukan kelalaian atau penyimpangan, serta melakukan evaluasi kinerja kepala daerah secara berkala.
Ketua DPW INAKOR Sulut, Rolly Wenas, menjelaskan bahwa pengiriman tembusan kepada Gubernur dimaksudkan untuk menciptakan tekanan dari atasan langsung Bupati. “Melalui perwakilan INAKOR, kami telah memasukkan surat tembusan sekaligus sebagai laporan kepada Bapak Gubernur agar ada atensi khusus,” tegas Wenas dalam pernyataannya .
Dalam analisis hukum yang dilampirkan, INAKOR merincikan empat tuntutan utama yang harus dipenuhi Bupati Minahasa. Pertama, evaluasi khusus kinerja Sekretaris Daerah selaku Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Kedua, pemberian sanksi disiplin berat hingga pencopotan jabatan sesuai PP Nomor 94 Tahun 2021. Ketiga, instruksi tegas kepada seluruh Kepala OPD untuk menindaklanjuti 53 temuan BPK. Keempat, pembentukan tim investigasi internal untuk mendalami potensi kerugian negara .
Temuan BPK yang menjadi dasar tuntutan INAKOR mencakup berbagai masalah fundamental dalam pengelolaan keuangan daerah. Mulai dari ketidaktertiban dalam pengelolaan pendapatan dan belanja, kekurangan volume pada pekerjaan fisik, hingga kelemahan dalam penatausahaan aset dan kas daerah. Pola berulang ini menunjukkan kegagalan sistem pengendalian internal di level manajerial tertinggi .
Analisis hukum INAKOR menyoroti potensi pelanggaran terhadap beberapa peraturan perundang-undangan. Di antaranya UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Temuan kekurangan volume pekerjaan fisik dan kelebihan pembayaran berpotensi dikategorikan sebagai kerugian keuangan negara
Hingga berita ini diturunkan, belum ada respons resmi dari Pemerintah Kabupaten Minahasa mengenai surat tembusan INAKOR kepada Gubernur. Namun, dalam perkembangan sebelumnya, Bupati Minahasa disebutkan masih mendiamkan desakan pencopotan Sekda yang disampaikan langsung oleh INAKOR pada awal September
Kasus ini menjadi ujian penting bagi tata kelola pemerintahan di Minahasa. INAKOR menegaskan bahwa temuan BPK yang berulang tidak hanya mencerminkan kegagalan manajerial individu, tetapi juga kelemahan struktural dalam sistem pengawasan dan akuntabilitas keuangan daerah. Langkah eskalasi ke Gubernur diharapkan dapat memacu perbaikan sistemik .
Berdasarkan pantauan di media sosial, langkah INAKOR mendapatkan dukungan dari berbagai elemen masyarakat sipil. Masyarakat mendesak agar Gubernur tidak hanya memberikan atensi serius tetapi juga mengambil tindakan nyata untuk menyelamatkan keuangan daerah dari potensi kerugian yang lebih besar .
Ahli hukum tata negara dari Universitas Sam Ratulangi, Prof. Dr. Ivan Lumintang, SH., M.Hum., menjelaskan bahwa Gubernur memang memiliki kewenangan konstitusional untuk melakukan intervensi ketika ditemukan indikasi pelanggaran serius di tingkat kabupaten. “Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat berhak melakukan pembinaan, pengawasan, dan bahkan merekomendasikan tindakan korektif jika diperlukan,” jelasnya.
Rolly Wenas menyatakan bahwa organisasinya akan terus memantau perkembangan respons Gubernur. Jika dalam waktu 14 hari kerja tidak ada tanggapan memadai, INAKOR mengancam akan menempuh langkah hukum lebih lanjut, termasuk melaporkan kasus ini langsung kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai bentuk eskalasi berikutnya .
Polemik di Minahasa terjadi dalam konteks broader pengawasan keuangan daerah di Sulawesi Utara. Baru-baru ini, INAKOR juga melaporkan dugaan penyimpangan dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) di Dinas Pendidikan Provinsi Sulut ke Polda Sulut, menunjukkan meningkatnya pengawasan masyarakat sipil terhadap pengelolaan keuangan daerah .
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Negeri Manado, Dr. Fitri Mamonto, M.Si., memperkirakan Gubernur akan bersikap hati-hati dalam merespons tembusan ini. “Gubernur akan meminta klarifikasi terlebih dahulu kepada Bupati Minahasa sebelum mengambil langkah lebih lanjut. Namun, tekanan publik mungkin akan mempengaruhi kecepatan respons,” paparnya.
Semua mata kini tertuju pada respons Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara. Masyarakat menanti apakah Gubernur akan mengambil langkah tegas dan mendesak Bupati Minahasa untuk bertindak, ataukah kasus ini akan tenggelam dalam birokrasi yang berbelit. Perkembangan kasus ini patut dinantikan sebagai indikator komitmen pemerintahan yang bersih dan akuntabel di Sulawesi Utara. (Onal)






































