XPOSE TV//Bogor, Jawa Barat — Gegara daftar absen, sebuah kejadian tak biasa terjadi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bogor pada Senin (3/12) sore, ketika puluhan awak media mendatangi Kantor Sekretariat Daerah (Sekda) Kabupaten Bogor. Mereka datang bukan untuk meliput agenda resmi, melainkan menuntut kejelasan dan penjelasan dari panitia acara sosialisasi perumahan bersubsidi yang sebelumnya berlangsung di Gedung Serba Guna Pemkab Bogor. Selasa (4/11/2025).
Kericuhan bermula dari sebuah tindakan sederhana yang dilakukan panitia acara, namun berujung panjang: permintaan agar para awak media yang meliput kegiatan tersebut mengisi daftar absen kehadiran. Hal yang semula dianggap biasa oleh sebagian jurnalis, justru memicu tanda tanya besar karena tidak ada kejelasan maksud dan tujuan dari permintaan tersebut.

Pada pukul 14.20 WIB, saat acara sosialisasi program subsidi perumahan oleh Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait tengah berlangsung, seorang panitia yang diketahui merupakan ASN Pemkab Bogor mendatangi area liputan media. Dengan membawa selembar kertas, panitia tersebut meminta agar seluruh awak media yang hadir menuliskan nama media dan identitas masing-masing.
Awalnya, permintaan itu dituruti tanpa banyak tanya. Para jurnalis yang meliput kegiatan tersebut, dengan itikad baik, mencatatkan nama dan medianya pada daftar absen yang dibawa oleh panitia acara. Namun, seiring waktu berjalan, muncul berbagai pertanyaan di antara mereka.
“Biasanya kalau media diabsen, ada kejelasan, misalnya untuk pendataan, verifikasi, atau sekadar dokumentasi. Tapi kali ini tidak ada penjelasan sama sekali. Itu yang bikin kami curiga dan tidak nyaman,” ujar R, salah seorang wartawan media lokal yang hadir di lokasi.
Sekitar pukul 15.00 WIB, perwakilan media menyerahkan daftar absen tersebut kepada panitia acara (PIC). Mereka mengira urusan sudah selesai dan tak ada yang perlu dikhawatirkan. Namun, hingga acara usai pukul 18.00 WIB, tidak ada satu pun penjelasan resmi dari panitia terkait penggunaan daftar absen itu.
Kebingungan pun berubah menjadi kekecewaan. Beberapa awak media mencoba mengonfirmasi langsung kepada panitia di lokasi, namun tidak ada yang memberikan jawaban pasti. Bahkan, beberapa di antara mereka mengaku seperti “dihindari” oleh panitia acara.
“Begitu acara selesai, kami coba temui panitia untuk menanyakan maksud dari absen tersebut. Tapi tidak ada yang mau menjelaskan. Seolah-olah kami dianggap tidak penting. Padahal, kami hadir secara resmi meliput kegiatan pemerintah,” ungkap Evan, jurnalis yang turut meliput acara tersebut.
Pada pukul 18.15 WIB, situasi mulai memanas. Puluhan awak media secara kolektif berkumpul di area parkir Gedung Serba Guna Pemkab Bogor. Mereka kemudian berembuk dan memutuskan untuk mendatangi langsung Kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Bogor, yang lokasinya tak jauh dari tempat acara berlangsung.
Tujuannya jelas: mencari kejelasan dan meminta tanggung jawab panitia acara, terutama soal permintaan absen yang dianggap janggal dan tidak memiliki dasar prosedural yang jelas.
Setibanya di Kantor Sekda, puluhan awak media sempat menunggu di lobi utama. Namun, lagi-lagi, tak ada satu pun pihak panitia ataupun pejabat yang datang menemui mereka. Kondisi tersebut membuat suasana semakin panas.
“Kami hanya ingin kejelasan, bukan mencari keributan. Tapi kenapa malah tidak ada yang mau menemui kami? Ini bentuk pelecehan terhadap profesi jurnalis,” kata Bayu, perwakilan media nasional yang ikut dalam aksi spontan tersebut.
Menurut para awak media, permintaan daftar absen tanpa tujuan yang jelas dianggap sebagai bentuk intervensi terhadap kebebasan pers. Sebab, kegiatan liputan seharusnya terbuka dan tidak memerlukan pendataan personal tanpa penjelasan resmi.
Beberapa wartawan bahkan menilai ada indikasi upaya pembatasan informasi dari panitia acara terhadap media yang hadir. “Kami menduga ada motif tertentu di balik permintaan absen itu. Bisa jadi untuk menyaring media yang dianggap ‘aman’, atau sekadar formalitas agar bisa dilaporkan seolah-olah media hadir lengkap,” ungkap Satria, jurnalis senior media online nasional.
Sementara itu, hingga malam hari, tidak ada satu pun keterangan resmi dari pihak panitia acara maupun Sekretariat Daerah Kabupaten Bogor terkait kejadian tersebut. Para wartawan yang sudah menunggu selama hampir dua jam akhirnya membubarkan diri dengan perasaan kecewa.
Salah seorang awak media yang tergabung dalam komunitas jurnalis Bogor Raya menegaskan bahwa mereka akan melayangkan surat resmi protes dan klarifikasi tertulis kepada Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) atas kejadian yang dinilai mencoreng kemitraan antara pemerintah dan insan pers.
“Kami akan bersurat secara resmi ke Kementerian PKP dan juga tembusan ke Bupati Bogor. Karena ini menyangkut etika komunikasi publik dan penghormatan terhadap kebebasan pers,” tegas Hendra Wijaya, salah satu koordinator lapangan awak media.
Di sisi lain, sejumlah pihak menilai kejadian ini menjadi tamparan keras bagi penyelenggara kegiatan pemerintah, agar tidak asal melakukan pendataan tanpa memahami konteks kerja jurnalis yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Sosiolog komunikasi publik dari Universitas Pakuan, Dr. Dini Kurniasih, menilai bahwa langkah panitia meminta absen tanpa dasar jelas bisa menimbulkan kesan intimidatif. “Pendataan awak media harus dilakukan dengan transparan dan atas dasar kerja sama yang jelas, bukan sekadar formalitas administratif,” ujarnya saat dihubungi awak media.
Kejadian ini juga menjadi bahan pembelajaran penting bagi panitia penyelenggara kegiatan pemerintah agar lebih berhati-hati dan profesional dalam berinteraksi dengan insan pers. Sebab, media memiliki peran strategis sebagai pengawas kebijakan publik dan saluran informasi bagi masyarakat.
Puluhan awak media yang merasa dipermainkan oleh pihak panitia menegaskan tidak akan tinggal diam. Mereka menuntut klarifikasi terbuka dari panitia dan pihak Sekretariat Daerah Kabupaten Bogor, agar tidak muncul prasangka negatif di tengah publik.
“Kalau memang niatnya baik, sampaikan saja tujuan pendataan itu dari awal. Jangan dibiarkan menggantung seperti ini. Kami datang meliput secara resmi, bukan untuk diperlakukan seperti peserta acara,” pungkas salah satu awak media sebelum meninggalkan kantor Sekda.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak panitia acara sosialisasi maupun dari pejabat Pemkab Bogor. Tim awak masih berupaya menghubungi pihak Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) untuk mendapatkan konfirmasi lebih lanjut.
Peristiwa ini menambah catatan penting bagi dunia jurnalisme daerah: bahwa komunikasi dan transparansi antara penyelenggara kegiatan pemerintah dan media adalah kunci untuk menjaga hubungan profesional yang sehat dan saling menghormati.
Dan hingga malam itu, rasa kecewa para awak media belum juga surut. Mereka menegaskan, kejadian seperti ini tidak boleh terulang kembali, apalagi dalam kegiatan resmi yang membawa nama kementerian dan lembaga pemerintah pusat.
Red: H A





































