XPOSE TV//Mataram, NTB – Diduga sarat KKN, awan tebal mulai menggantung di atas langit birokrasi Nusa Tenggara Barat. Desas-desus soal dugaan “mark up” dan indikasi nepotisme dalam penganggaran Tim Percepatan Pembangunan dan Koordinasi Daerah NTB tahun 2025 kini mencuat ke permukaan. Kali ini, kritik tajam datang dari Lalu Ibnu Hajar, Ketua Umum Sasaka Nusantara NTB, yang secara tegas melayangkan somasi terbuka kepada Gubernur NTB Lalu Muhammad Iqbal dan PJ Sekda NTB Lalu Mohammad Faozal. Selasa (11/11/2025).
Dalam keterangan resminya, Lalu Ibnu Hajar menegaskan bahwa somasi ini bukan sekadar ancaman verbal, melainkan peringatan serius atas dugaan pelanggaran etika pemerintahan dan potensi penyalahgunaan wewenang dalam pengambilan kebijakan publik. Ia meminta Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk segera mengkaji ulang, mengevaluasi, serta merevisi honorarium Tim Percepatan Pembangunan yang dinilai terlalu besar dan tidak transparan.
“Kami atas nama masyarakat NTB menuntut agar Gubernur dan PJ Sekda tidak menggunakan jabatan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Dalam kasus ini, kami menduga adanya praktik KKN dengan menempatkan mantan tim sukses Iqbal-Dinda dalam struktur tim percepatan,” ujar Lalu Ibnu Hajar, Jumat (7/11/2025).
Menurut data yang diperoleh dari Surat Keputusan (SK) Gubernur NTB, total anggaran yang dialokasikan untuk Tim Percepatan Pembangunan dan Penguatan Koordinasi tahun anggaran 2025 mencapai Rp. 2,9 miliar. Anggaran ini mencakup honor untuk 15 anggota tim percepatan, koordinator asisten, dua asisten, serta ketua dan anggota sekretariat.
Rinciannya, Koordinator Tim Percepatan digaji sebesar Rp. 16.000.000,- (enam belas juta rupiah) per bulan atau Rp.192.000.000,- (seratus sembilan puluh dua juta rupiah) per tahun. Sedangkan wakil koordinator dan anggota tim masing-masing menerima Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) per bulan. Dengan total 14 orang anggota, jumlah keseluruhan mencapai Rp. 2,52 miliar per tahun.
Tak berhenti di situ, Koordinator Asisten Tim menerima Rp7,5 juta per bulan, sementara dua asisten lainnya digaji Rp.6.000.000,- (enam juta rupiah) per bulan. Ketua Sekretariat menerima Rp1 juta per bulan, dan anggota sekretariat Rp750 ribu per bulan.
Jika dijumlahkan, seluruh komponen honorarium tersebut menyentuh angka fantastis untuk tim nonstruktural daerah. Kondisi ini, menurut Sasaka Nusantara, berpotensi menjadi celah penyalahgunaan APBD dan menimbulkan ketidakadilan sosial, terlebih di tengah kondisi ekonomi daerah yang belum sepenuhnya pulih pasca-pandemi dan krisis fiskal nasional.
“Bagaimana mungkin rakyat disuruh berhemat, sementara pejabat dan timnya malah diberi ‘bonus’ miliaran rupiah untuk kegiatan yang belum jelas output-nya,” tambah Ibnu Hajar dengan nada kecewa.
Ia menegaskan bahwa Sasaka Nusantara bersama elemen masyarakat akan turun ke jalan apabila somasi ini tidak diindahkan dalam waktu dekat. Aksi protes besar-besaran serta langkah hukum, kata Ibnu, akan menjadi jalan terakhir.
Menurut pantauan awak media, Gubernur Lalu Muhammad Iqbal membentuk Tim Percepatan Gubernur NTB sebagai bagian dari strategi mewujudkan visi “NTB Makmur Mendunia”. Dalam pernyataan resminya beberapa waktu lalu, Iqbal menyebut bahwa tim tersebut berisi para akademisi, teknokrat, dan profesional dari berbagai bidang yang diharapkan mampu memberikan masukan strategis terhadap pembangunan daerah.
Namun di sisi lain, transparansi dan akuntabilitas publik terhadap tim ini kini menjadi sorotan tajam. Pasalnya, dalam daftar anggota yang beredar, terdapat nama-nama yang disebut sebagai mantan tim sukses pasangan Iqbal–Dinda saat Pilkada lalu.
Berikut daftar lengkap Tim Percepatan Gubernur NTB Tahun 2025 sesuai SK yang beredar:
1. Dr. Adhar Hakim, S.H., M.H. – Koordinator
2. Chairul Mahsul, S.H., M.M. – Wakil Koordinator
3. Dr. Prayitno Basuki, S.E., M.A. – Anggota
4. Prof. Ir. Dahlanuddin, M.Rur.Sc., Ph.D. – Anggota
5. dr. I Ketut Artastra, M.P.H. – Anggota
6. Prof. Ir. Mohamad Taufik Fauzi, M.Sc., Ph.D. – Anggota
7. Prof. Dr. Sitti Hilyana – Anggota
8. Arum Kusumaningtyas, S.IP., M.Sc. – Anggota
9. Ir. Giri Arnawa, M.M. – Anggota
10. Akhmad Saripudin, S.Hut. – Anggota
11. Ahmad Junaidi, S.Pd., M.A., Ph.D. – Anggota
12. Ir. Lalu Martawijaya – Anggota
13. Lalu Pahrurrozi, S.T., M.E. – Anggota
14. Esti Wahyuni, S.IP. – Anggota
15. Dr. Baiq Mulianah, M.Pd.I. – Anggota
Kehadiran nama-nama ini, meski diisi oleh akademisi dan profesional, tak mampu menutup isu politik balas budi yang kini santer dibicarakan publik. “Kalau memang niatnya untuk mempercepat pembangunan, mengapa tidak melibatkan lembaga penelitian daerah atau perguruan tinggi negeri yang jelas kompetensinya?” kritik Ibnu Hajar.
Lalu Ibnu Hajar menilai, anggaran Rp2,9 miliar seharusnya bisa dialihkan untuk program pemberdayaan masyarakat, beasiswa pendidikan, atau subsidi UMKM lokal yang kini sedang berjuang bangkit.
“Kami ingin pemerintah lebih berpihak pada rakyat, bukan pada kelompok elite yang menikmati fasilitas negara,” tegasnya lagi.
Di sisi lain, Pemerintah Provinsi NTB hingga kini belum memberikan tanggapan resmi atas somasi yang dilayangkan. Beberapa sumber internal mengaku, keputusan pembentukan tim tersebut dilakukan sesuai mekanisme dan kebutuhan percepatan kebijakan strategis gubernur.
Namun publik menilai, tanpa transparansi penuh, keputusan ini justru menimbulkan krisis kepercayaan terhadap pemerintahan baru di NTB.
Isu dugaan “honor jumbo” tim percepatan ini kini menjadi bahan perbincangan hangat di berbagai kalangan. Aktivis, akademisi, hingga tokoh masyarakat mulai mempertanyakan dasar hukum dan urgensi pembentukan tim tersebut.
Beberapa pengamat politik lokal bahkan menilai, kasus ini bisa menjadi “uji integritas pertama” bagi Gubernur Iqbal setelah menjabat. Jika tidak segera diklarifikasi secara terbuka, tudingan KKN terselubung akan semakin kuat dan berpotensi memicu gelombang protes.
“Publik hanya butuh penjelasan. Kalau semuanya benar dan sesuai aturan, mengapa tidak dibuka saja dokumen resmi dan dasar penganggarannya?” ujar salah satu dosen hukum tata negara Universitas Mataram kepada awak media.
Kini bola panas berada di tangan Gubernur dan PJ Sekda NTB. Mereka dituntut untuk menjawab somasi Sasaka Nusantara secara terbuka dan bertanggung jawab.
Jika somasi diabaikan, Sasaka Nusantara menegaskan akan menempuh jalur hukum, termasuk melaporkan kasus ini ke aparat penegak hukum dan lembaga antikorupsi.
Masyarakat NTB kini menanti langkah konkret pemerintah. Di tengah situasi ekonomi yang menantang, publik berharap setiap rupiah uang daerah digunakan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk memperkaya lingkaran kekuasaan.
Awak media akan terus memantau perkembangan kasus ini dan menghadirkan laporan lanjutan terkait tanggapan resmi dari Pemerintah Provinsi NTB.
“Kami ingin pemerintahan yang bersih, bukan hanya slogan,” pungkas Ibnu Hajar menutup pernyataannya.
Red: H A





































